Bagi saya sepanjang itu bermanfaat dan berdaya guna silahkan dipakai
salam.
YOGYA 1986
Saya baru duduk di bangku SMP waktu itu. Gejolak ingin tahu semakin
besar terhadap apa yang selama ini menjadi teka‐teki buat saya. Kakek saya,
sekarang Almarhum, waktu saya masih SD sering bercerita tentang apa yang
dinamakannya kekuatan pikiran, magnetisme katanya. Beliau katakan bahwa
konsentrasi dapat membuat pikiran semakin kuat. Tenaga yang dihasilkan bisa
dahsyat. Konon, kata tetangga‐tetangga saya, kakek termasuk salah satu orang
yang disegani, karena dianggap mempunyai kekuatan lebih. Namun kalau kami
sedang berbincang, (waktu itu selalu dilakukan pada waktu sore hari, di warung
klontong milik kakek), saya selalu minta kepada kakek untuk menunjukkan
kekuatan itu seperti apa. Kakek hanya selalu bilang, kalau itu semua tidak ada
gunanya. Yang penting katanya, sopo gawe nganggo, sopo nandur ngunduh,
"siapa berbuat bakal menuai akibatnya". Saya selalu tidak puas dengan jawaban
semacam itu.
Sekali waktu, kakek memberikan suatu pola nafas yang katanya bisa
menguatkan energi pikiran kita. Namun kakek tidak memberikan bagaimana
menggunakannya. Karena saya penasaran, ya saya melakukan juga. Pola itu
adalah waktu menarik nafas pelan sambil mengatakan dalam hati, aku menghirup
kekuatan alam. Lalu tahan nafas sebentar sambil mengatakan kekuatan alam
sudah ada dalam diriku. Kemudian buang nafas pelan sambil bilang kekuatan
alam bisa saya gunakan semauku. Hal itu saya lakukan sejak kelas 4 SD, tanpa
tahu untuk apa. Sekali waktu, saat menutup mata dan melakukan pola nafas itu,
saya melihat cahaya warna‐warni menyilaukan yang saya tidak tahu. Kakek hanya
bilang, tidak apa‐apa, lanjutkan. Kembali saya tidak puas dengan jawaban
semacam itu. Atau paling tidak saya belum memahami maksud kakek waktu itu.
Masuk SMP, ayah saya sudah memberikan kebebasan untuk mengikuti
kegiatan di luar sekolah yang saya senangi. Saya langsung bilang kalau ingin
masuk di salah satu perguruan tenaga dalam. Ayah sempat tidak setuju karena
menganggap umur saya masih belum cukup untuk mempelajari Tenaga Dalam.
Tetapi kakek meyakinkan ayah kalau saya tidak apa‐apa bila mengikuti kegiatan
seperti itu. Akhirnya bersama teman‐teman, masuklah saya di satu perguruan
Tenaga Dalam di Yogyakarta.
Hari pertama latihan, deg‐degan juga, apa yang akan saya pelajari nanti.
Apakah akan sama seperti apa yang saya bayangkan? Hari pertama itu,
sebelumnya saya dan teman‐teman diberikan demo dari para senior yang bisa
mementalkan orang. Wah, langsung terbayang di benak saya bahwa nanti saya
juga pasti bisa melakukan hal semacam itu. Kemudian saya disuruh untuk
melakukan gerakan putaran yang berputar melawan jarum jam. Disuruh berputar
sebanyak‐banyaknya. Tidak diberikan penjelasan untuk apa manfaatnya, saya
langsung melakukannya, walupun hasilnya pusing dan muntah‐muntah.
Latihan kedua masih disuruh memutar. Katanya untuk melatih
keseimbangan. Kali ini sudah tidak pusing dan muntah. Malah ada rasa yang enak
waktu melakukannya. Sulit diungkapkan. Saat itu saya tidak tahu. Dan anehnya,
saya malah kangen untuk melakukan jurus berputar itu.
Semenjak latihan, saya jadi jarang ngobrol dengan kakek. Kakek juga
kelihatannya tidak menunjukkan untuk mengajak ngobrol seperti dulu. Dulu kakek
bisa cerita panjang lebar tentang magnetisme. Setelah saya latihan, beliau hanya
selalu mengulang‐ulang kalimat, kalau pikiran anteng, kita akan menjadi orang
sakti. Anteng itu sama dengan tenang, diam. Waktu itu saya mengacuhkan kata
kakek. Karena saya anggap hanya sebagai pepatah biasa. Saya juga ingat kalau
setelah itu kakek selalu bercerita tentang Krishnamurti, seorang tokoh spiritual
yang kakek kagumi. Karena waktu itu saya tidak tertarik, maka saya banyak tidak
menanggapi kakek kalau lagi cerita tentang Krishnamurti. Sebenarnya banyak
yang kakek ceritakan tentang Krishnamurti dan ajarannya. Menyesal juga
sekarang, mengapa dulu tidak belajar banyak tentang yang satu ini. Kakek
sekarang sudah almarhum, dan sekarang tentunya sudah tidak bisa
mendengarkan beliau bercerita tentang Krishnamurti lagi.
Selama saya latihan tenaga dalam, beberapa kata kakek selalu terpatri di
hati saya, yaitu mengenai Karma. Siapa berbuat pasti menuai akibatnya. Juga
kakek pernah mengatakan tentang ilmu "kasunyatan". Tadinya saya menganggap
ilmu ini adalah ilmu adikodrati, tidak tahunya hanya pemahaman tentang hidup.
Jadi waktu itu saya anggap hanya sebagai angin lalu saja. Namun yang selalu saya
ingat adalah pemahaman bahwa hari ini yang penting. Kakek mengatakan bahwa
masa depan ada pada hari ini. Dan masa lalu sudah lewat. Kita sedang menikmati
buah masa lalu pada hari ini. Saya tidak paham waktu itu. Yang menarik bagi saya
saat itu adalah mementalkan orang. Saya nantinya baru paham tentang
kasunyatan ini setelah saya bertemu dengan seorang Guru, seorang Mursyid di
kemudian tahun, yang membuka wawasan dan cara pandang saya tentang
kehidupan, yang membimbing untuk berjalan ke dalam diri, juga melihat sisi lain
tentang tenaga dalam ini.
Kembali kepada latihan tenaga dalam,
Jurus dasar yang saya dapatkan adalah sepuluh gerakan. Dengan pola nafas
dasar ditahan di perut. Nanti akan kita selami distorsi yang terjadi dalam pola
pernafasannya, sekarang kita selami sesuai dengan kejadian yang ada. Tahun itu
istilah Cakra dan Kundalini belum populer walaupun sudah ada yang
menggunakannya. Istilah itu baru populer setelah dekade 90‐an. Tahun itu,
istilahnya adalah 'pembukaan jalur tenaga dalam'. Setelah hapal melakukan
gerakan sepuluh jurus dengan pola nafasnya, barulah seseorang 'dibuka' jalur
tenaga dalamnya. Kalau sekarang, yang lagi populer adalah Attunement Reiki.
Attunenment dan 'buka jalur tenaga dalam', sebenarnya fenomena yang sama.
Hanya saja karena istilahnya berbeda, maka orang akan penasaran dengan istilah
asing tersebut. Bahkan pembukaan 'jalur Cakra' ‐ pun mempunyai makna yang
kurang lebih sama dengan itu.
Setelah 'pembukaan jalur' itu, barulah bisa menggunakan apa yang
dinamakan tenaga dalam . Saat itu juga, saya bisa mementalkan orang. Dikeroyok
rame‐rame terpental semua. Saya bangga. Saya merasa hebat. Percaya diri saya
bertambah. Juga semakin merasakan sensasi dalam badan ini. Ada getaran, ada
rasa panas, ada rasa kesemutan. Semuanya membuat saya exited.
Ada satu pengalaman yang aneh dan tak terlupakan. Saya naik sepeda
berangkat ke sekolah, pagi hari. Waktu di perempatan jalan, saya berhenti agak
maju dari garis polisi. Tiba‐tiba pengendara motor yang melaju dari kanan
menabrak saya. Sepeda saya oleng tapi tidak sempat jatuh, sementara motor itu
jatuh. Pengendara motor rupanya tidak mau selesai sampai di situ saja.
Kelihatannya dia marah. Orangnya lebih besar dari saya. Pakai seragam SMA,
sementara saya SMP. Dia mendatangi saya dan memegang krah baju saya.
Genggaman tangannya mulai diluncurkan untuk meninju kepala saya. Dan,
kejadian yang tidak pernah saya duga terjadi. Sebelum tangan itu menyentuh
saya, orang itu sudah terpental terkapar di aspal jalan. Saya bingung. Apa yang
terjadi? Inikah tenaga dalam? Saya tidak yakin dengan ini semua. Mungkinkah
latihan saya yang singkat bisa menghasilkan hal seperti ini?
Kemudian banyak orang‐orang mengerubungi saya, saya dikira cidera. Salah
satunya kemudian membetulkan sepeda saya dan menyuruh saya cepat‐cepat
pergi dari tempat itu. Dengan cepat saya melaju ke sekolahan. Di sekolahan saya
cerita sama teman‐teman. Akhirnya banyak yang tertarik untuk ikut latihan
tenaga dalam.
Di perguruan, hal itu juga menjadi bahasan yang menarik. Seorang senior
saya di perguruan mengatakan mustahil kalau hanya latihan yang relatif sebentar
ini bisa menimbulkan tenaga yang besar pada peristiwa tersebut. Dia mengatakan
pasti saya pernah latihan sesuatu sebelumnya. Saya tidak tahu. Dan saya juga
tidak yakin, apakah ini karena pola nafas yang pernah saya latih yang diberikan
oleh Kakek?
Beberapa bulan kemudian, latihan pola nafasnya sudah berubah, yaitu
dikeluarkan lewat hidung dengan hentakan keras. Seperti orang membuang ingus.
Itu dikenal dengan nama jurus Kasaran. Di sana kemudian dilatih untuk
mematahkan besi pompa dragon dan memecahkan ujung minuman botol. Asyik
juga. Saya menikmatinya waktu itu. Namun yang saya rasakan, rasa ingin
mencoba apa yang dinamakan ilmu itu semakin terasa. Setiap ada konflik dengan
seseorang yang maju adalah rasa ingin menantang. Saat itu saya sempat
membuat tidur seorang guru sekolah yang kami benci. Dia bisa tidur ngorok di
dalam kelas. Geli juga waktu itu.
Kemudian meningkat lagi dengan halusan, yaitu pola nafas yang dihirup
halus pelan dan dikeluarkan halus pelan. Kadang kami sampai terengah‐engah
melakukannya. Keringat mengucur deras dan badan menjadi panas. Kemudian
ada gerakan gabungan atau kawinan, yaitu gabungan pola nafas keras dan halus.
Juga ada gabungan gerak atau jurus yang digabungkan menjadi beberapa
gerakan. Jadi satu rangkaian gerak. Kalau dilihat sangat indah. Itulah seninya.
Maka ada yang menamakannya juga Seni Tenaga Dalam.
Pada waktu nama tenaga dalam mulai tercemar jelek, yaitu dekade 90‐an,
kemudian banyak perguruan yang mengganti namanya menjadi Seni Pernafasan,
Seni Nafas, dan sebagainya. Hal itu sebenarnya tidak perlu dilakukan. Yang perlu
adalah membenahi makna tenaga dalam sehingga tidak disalah‐tafsirkan dan
dipersepsikan buruk oleh masyarakat. Mengembalikan makna tenaga dalam pada
diajarkan masih tetap untuk konsentrasi menguatkan kekuatan pikiran, hasilnya
awalnya. Kalau‐pun diganti dengan nama seni pernafasan, namun makna yang
sama saja. Memperbesar ego manusia.
Setelah hampir satu setengah tahun latihan, mulailah ujian untuk gerakan
khusus yang latihannya beralih malam hari. Tadinya sore hari jam 16.oo. Saya
mengikutinya, dan lulus. Boleh mengikuti latihan malam hari. Latihannya sekarang
jam 19.00
Latihan malam hari pada awalnnya hanya memandang lilin selama 30 menit, tidak
boleh berkedip. Mata perih dan mengeluarkan air mata. Pola nafasnya menghirup
pelan sekali dan mengeluarkan pelan sekali. Perintahnya hanya konsentrasi pada
lilin. Tidak ada penjelasan lebih lanjut. Mungkin para pelatih waktu itu juga tidak
tahu makna dari memandang lilin sehingga tidak bisa menjelaskannya. Bahkan
mungkin guru utamanya juga tidak tahu?
Kemudian kami mulai belajar berbagai macam demo‐demo tenaga dalam
yang biasa dilakukan untuk pertunjukan. Seperti berjalan di atas api, mengangkat
orang dengan koran, tarik tambang dengan benang jahit, dan lain‐lain.
Sampai saya lulus SMP dan masuk SMA, berbagai demo telah saya kuasai.
Gerak dan gabungan jurus serta gabungan beberapa pola pernafasan terus dilatih.
Rasa tidak puas terhadap apa yang saya dapatkan semakin lebih. Ada yang
kurang. Tapi saya tidak tahu apa. Saya kemudian mencari teman dari lain
perguruan untuk mencoba seberapa besar tenaga saya. Kadang saya menang dan
yang tidak putus‐putus. Saya tak sadar bahwa sudah masuk dalam mata rantai
bangga. Kadang saya kalah dan lebih giat lagi untuk latihan. Suatu kejar‐mengejar
pemuasan ego.
Tahun kelima saya latihan, kemudian ada ujian untuk "kependekaran".
Yaitu akan memperoleh jurus‐jurus khusus dan pamungkas, serta berhak untuk
mengajar. Saya mengikutinya dan lulus. Latihan kependekaran sebenarnya banyak
diamnya, semacam meditasi pada waktu itu. Namun masih berkonsentrasi.
Walaupun duduk diam, memejamkan mata, konsentrasi pada satu titik tetap
dijalankan. Visualisasi terhadap cahaya yang masuk lewat ubun‐ubun kemudian
masuk melewati dada dan seluruh tubuh.
Ada satu jurus yang dinamakan "gerak naluri" waktu itu. Yaitu saya disuruh
untuk bergerak mengikuti kata hati. Apapun gerakan yang muncul ya diikuti. Ada
yang bergerak tidak karuan. Ada yang menari lembut. Ada yang tertawa,
menangis, pokoknya macam‐macam. Waktu itu, hal itu dinamakan gerak naluri
karena dengan gerakan itu kita bisa melakukan gerakan jurus orang lain yang
tidak kita kenal, atau gerakan yang kita anggap waktu itu dapat dari alam lain.
Setelah melakukan latihan itu, rasanya plong sekali. Bisa teriak, bisa jungkir balik,
bisa loncat‐loncat, bisa nendang sesuka hati. Kita bisa bergerak sesuka kita. Tetapi
yang menjadi titik inti latihan itu adalah bagaimana kita mengambil gerakan yang
belum kita ketahui, dan kita bisa bergerak walaupun kita belum pernah belajar
gerakan tersebut.
Lalu acara inti dalam jenjang itu adalah 'pembangkitan inti' tenaga dalam.
Guru besar kemudian memegang kepala masing‐masing. Setelah itu,
Kami semua duduk melingkar, tengah malam. Lalu dibalut kain putih melingkar. Si
diajarkannyalah jurus diam. Yaitu berdiri diam dengan tangan menyilang di dada.
Badan benar‐benar diam, namun pikiran tetap memvisualisasikan tentang adanya
cahaya putih yang menyelimuti kita. Kami semua dikatakan 'telah bangkit' inti
tenaga dalamnya. Dan berhak untuk memberikan latihan tenaga dalam bagi yang
mau mempelajari.
Saya sendiri sebenarnya tidak tahu, mungkin juga teman‐teman saya waktu
itu. Yang dikatakan bangkit intinya itu seperti apa. Yang kami rasakan saat itu
memang suatu sensasi getaran yang merambat sepanjang tulang punggung.
Namun kok tidak ada sesuatu kejadian yang lebih dalam tubuh ini. Saya kira kalau
kemudian bisa mengeluarkan asap atau terbang paling tidak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar