Jumat, 11 November 2011

Jenuh,Rileks, Pasrah

Tulisan ini adalah buah Karya dari Pak Agung Webe dan Aku telah meminta kesediaannya untuk Ku share di Blog sederhana ini dan ini kata-kata dari Pak Agung Webe: Agung Webe," Silahkan apabila tulisan dari buku pertama saya yg saya buat free ebook itu bermanfaat, silahkan di share. Bahkan kalau mau tidak dicantumkan sumbernya silahkan saja. Atau kalau mau ditulis itu adalah karya anda ya silahkan. Saya jamin saya tidak akan menuntut kok.
Bagi saya sepanjang itu bermanfaat dan berdaya guna silahkan dipakai salam"



Keadaan tanpa mengetahui. Ya, dulu saya tahu tentang tenaga dalam dalam perspektif saya waktu itu. Saya tahu apa yang saya tahu. Kemudian kejenuhan menuntun saya untuk berada dalam keadaan tidak berbuat apa‐apa.
Tidak berbuat apa‐apa karena saya bingung. Bingung untuk apa sebenarnya saya belajar ini semua. Dan sekarang, saya diam. Saya teringat juga kata Eyang Atmo Wasi bahwa sebenarnya jurus diam itu tidak bisa diajarkan. Ia akan datang sendiri.


Jurus Diam bukan berbentuk jurus. Tetapi suatu keadaan. Latihan‐latihan tenaga dalam sebelumnya hanya membantu proses terjadinya Diam ini. Sebenarnya banyak juga yang mengalami keadaan seperti saya. Latihan dengan giat, lalu bisa melakukan apa saja. Kemudian jenuh dengan latihan‐latihan itu, akhirnya ya pasrah. Tidak menggunakan latihan lagi. Saya yakin banyak yang mengalaminya. Tetapi mereka memilih tidak bicara. Dan juga mungkin tidak ada kesempatan bicara, untuk sharing, berbagi rasa tentang pengalamannya. Saya,
dengan segala keterbatasan saya, memulai untuk mengajak anda semua untuk jenuh, untuk bingung, untuk masuk dalam keadaan tanpa mengetahui, dalam kepasrahan.



Keadaan waktu itu menyenangkan, dan sekarang juga menyenangkan. Tidak usah berpikir apakah tempat ini energinya baik atau buruk. Kalau ketemu orang tidak peduli apakah dia punya energi lebih atau tidak. Sangat rileks. Dan saat itulah saya mulai mengalir bersama alam. Kalau lapar ya makan, kalau haus ya minum.



Suatu saat saya ketemu dengan orang yang mengaku belajar ilmu dari Jawa Barat. Dia bersikukuh, sangat yakin sekali kalau saya bisa tenaga dalam. Katanya, dia bisa merasakannya. Kemudian dia meminta saya untuk menyerangnya. Saya tidak mau, karena saya katakan padanya kalau saya tidak bisa apa‐apa. Tetapi dia
menganggap saya berbohong. Kemudian dia bilang, kalau saya tidak mau mencobanya, dia yang akan mencoba saya. Saya bilang silakan. Saya benar‐benar pasrah untuk tidak menggunakan apa yang pernah saya bisa. Ternyata, sebelum dia menyerang saya, dia menyalami saya. Dia berkata bahwa ilmu saya tidak bisa dia "tembus". Saya bingung, saya tidak melakukan apa‐apa kok dibilang begitu. Saya katakan padanya bahwa saya benar‐benar tidak punya apa‐apa, saya tidak melakukan apa‐apa. Saat itu dia berkata, justru dengan kepasrahan itu ilmu sejati muncul. Wah saya tambah bingung lagi saat itu. Masak kepasrahan bisa memunculkan ilmu. Kalau bisa ya ilmu pasrah itu tadi, ha ha ha.... Untuk teman saya, Yunus, salam hormat saya untukmu.



Suatu sore, teman saya mengantar seorang bapak yang dalam keadaan lemas karena katanya sakit usus buntu. Saya bilang, mengapa tidak dioperasi. Bapak itu bilang takut operasi dan tidak ada biaya. Teman saya bilang supaya saya mau menolong bapak itu. Saya katakan bahwa saya tidak bisa apa‐apa. Tetapi bapak itu juga bilang bahwa dia yakin saya bisa melakukannya. Apa yang harus saya lakukan? Saya bingung. Dulu waktu saya sakit liver saya tidak bisa berbuat apa‐apa, sekarang malah ada orang yang datang ke rumah saya. Saya masuk ke kamar sebentar untuk berdoa, apa yang harus saya lakukan. Seperti mendapat insight, kemudian saya katakan pada bapak itu bahwa saya hanya mengajak kepada bapak untuk menuju dalam keadaan pasrah. Penyembuhan datangnya dari Tuhan. Bapak itu mengatakan,"saya pasrah apa yang akan Pak Agung lakukan".



Sebenarnya tidak ada yang saya lakukan. Kami bertemu sebanyak 10 kali, tiap malam. Bapak itu saya ajak berdoa bersama, kemudian saya menempelkan tangan pada perutnya. Tanpa konsentrasi untuk menyalurkan tenaga. Itu saja. Lambat laun, bapak itu kelihatan bergairah, tenaganya mulai pulih. Lalu dengan
tiba‐tiba setelah sepuluh hari itu, saya ketemu bapak itu sudah main bola. Katanya, puji Tuhan, dia sudah sembuh. Kata dokternya juga sudah tidak perlu operasi.



Saya juga baru menyadari sebuah proses. Proses perjalanan. Memang perjalanan itu dimulai dari rasa jenuh. Benar‐benar jenuh. Kemudian dengan tidak sadar, yang akhirnya saya menyadari bahwa saat itu saya tidak sadar melampaui rasa jenuh saya. Kejenuhan yang membawa saya dalam rasa rileks. Yang membawa saya dalam keadaan tanpa mengetahui. Yang ternyata, dengan keadaan itu, saya bisa berpikir jernih, menilai tanpa menghakimi, tanpa latar belakang pengetahuan tenaga dalam.



Kepasrahan yang memang menjadi dasar bagi apa saja, yang membawa saya bisa menikmati rasa sehat. Dan, kejenuhan itupula yang membawa saya bertemu dengan guru saya. Walaupun banyak yang mengharap macam‐macam dari beliau. Beliau hanya mengajak untuk sadar setiap waktu, pasrah setiap
waktu. Karena dengan pasrah itu, kata beliau, kita terhubung dengan akal universal. Dengan energi alam. Dan sesuatu akan terjadi pada diri. Tentunya bukan kesaktian, tetapi peningkatan kesadaran. Perjalanan ke dalam diri!



Saya juga baru mengerti, mengapa justru pada saat saya pasrah, teman saya Yunus mengatakan saya punya ilmu. Dan seorang Bapak sembuh pada saat saya juga pasrah tidak bisa menyembuhkan dia. Walaupun para praktisi tenaga dalam akan mengatakan kalau mereka juga bisa melakukan penyembuhan dengan konsentrasi. Entah itu konsentrasi dengan warna, dengan titik‐titik tubuh, dengan penyapuan energi pasien, dengan air garam. Ya, kekuatan pikiran bisa memperbaiki kerusakan fungsi tubuh. Ingat, kekuatan pikiran akan membantu itu semua. Kekuatan pikiran itu akan pindah kepada fungsi yang rusak. Kekuatan itu
akan pindah di sana. Selama kekuatan pikiran itu di sana, fungsi akan membaik. Tetapi sampai kapan? Kekuatan pikiran ada batasnya. Penyembuhan yang permanen datang dari diri sendiri, bukan dari kekuatan pikiran orang lain. Tidak disadari, orang yang disembuhkan dengan konsentrasi, dengan pemindahan kekuatan pikiran seperti itu, akan sakit lagi dalam jangka waktu yang bermacam-macam. Mungkin beberapa bulan, beberapa tahun. Tergantung kekuatan pikiran si penyembuh. Sekali lagi, itu bukan penyembuhan holistik, terpadu. Hanya memberi interval sehat.



Lewat kepasrahan, kita diajak untuk menyayangi diri sendiri. Mengenal sinyal‐sinyal badan, kebutuhannya. Kalau capek ya istirahat, kalau kurang air ya minum. Jurus Diam adalah kepasrahan. Pasrah bukan berarti tidak melakukan apa‐apa. Tetapi sadar dalam melakukan sesuatu dan hanya bersandar kepada Tuhan. Justru di sanalah kekuatan alam bekerja. Kekuatan alam yang gratis sebenarnya dapat kita akses dengan mudah. Tidak perlu beaya, tidak perlu ada pembukaan 'jalur' khusus tubuh. Tidak perlu membangkitkan sesuatu. Yang perlu
dibangkitkan ya kesadaran kita untuk pasrah itu. Sebenarnya hanya dibutuhkan swicth on ke pasrah. Setelah itu kekuatan alam akan mengalir sendiri. Tentunya kalau ingin peredaran darah kita lancar ya kita tetap butuh gerak badan untuk melancarkannya. Makanya ada gerakan Yoga, dan ada gerakan Tenaga Dalam ini.



Ada metode penyembuhan Reiki yang dasarnya kepasrahan juga. Padahal itulah makna dari tenaga dalam secara transcendental. Di Indonesia, Reiki jadi macam‐macam. Yang semula dengan dasar kepasrahan, jadi tercampur dengan konsentrasi. Ada yang berbaur dengan titik tubuh, dengan warna, bahkan konsentrasi dengan hawa panas atau dingin yang dihasilkan. Reiki yang tidak pasrah, sudah bukan Reiki lagi. Tenaga dalam yang tidak pasrah juga bukan tenaga dalam lagi. Jelas, kalau kita katakan tenaga dalam, bukan tenaga dalam
seperti dewasa ini. Tenaga dalam berarti tenaga yang ada di dalam. Apa itu, ya batin kita. Bukan berarti batin akan mengeluarkan tenaga hebat dan sakti. Tetapi akan mengeluarkan suara yang sanggup kita dengar. Dan itu terjadi dalam kondisi pasrah, hening. Zen!



Dengan semangat kepasrahan, akhirnya saya harus melampaui bentuk segala macam demo tenaga dalam yang kadang banyak mengelabui penonton. Saya harus jujur, saya tidak mau masyarakat tetap menjadi lahan penipuan oknum yang berdalih menunjukkan ilmunya, sekedar mencari untung pribadi. Nanti kita akan sedikit menguak tentang demo tenaga dalam. Bagaimana hal itu dilakukan dan atas dasar apa. Bukan untuk menelanjangi sesuatu, namun harapan saya semoga kita jadi semakin sadar dengan apa sebenarnya tenaga dalam itu. Kemudian kalau demo itu dilakukan ya atas dasar prinsip pertunjukan hiburan yang tanpa mengikut sertakan tenaga dalam. Memang hal itu terjadi karena rumus‐rumus yang sederhana saja.